BUDAYA PILAH DAN PISAH SAMPAH


“Membuang sampah itu pilihan terakhir,
Memanfaatkannya  secara ekonomis itu langkah cerdas,
Memilah dan memisah sampah adalah sikap bijak”
(Budi Yusnendar : 2013)

Quote diatas adalah sebuah jargon yang mengkampanyekan budaya yang berkaitan dengan perlakuan masyarakat terhadap sampah. Dimana sampah sebagai benda yang tak terpakai dan dianggap tidak lagi mendatangkan manfaat bagi si pembuang. Disisi lain sampah merupakan bom waktu yang sekali-kali dapat mendatangkan masalah yang tidak kecil. Dan dalam perspektif lain sampah merupakan potensi ekonomi. Masyarakat hendaknya menyadari ini secara penuh dan bergerak bersama dengan kesadaran yang penuh.

Menurut undang-undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.  Pada umumnya ada  dua Jenis sampah antara lain :
1.    sampah organik adalah sampah basah yang cepat diuraikan di dalam tanah.
2.    sampah anorganik (non- Organik)  adalah sampah kering yang proses penguraiannya membutuhkan waktu lama di dalam tanah.
Sampah organik dan sampah anorganik memiliki senyawa yang berbeda sehingga mereka harus dipisahkan. sampah organik seperti daun-daunan, ranting dan sisa-sisa sayuran yang dapat diproses menjadi kompos. Sedangkan sampah non-organik yang meliputi berbagai jenis logam, plastik, kertas, serta barang pecah belah yang dapat didaur ulang menjadi berbagai produk yang berharga.

Budaya Bersih
Sudah sejak lama budaya bersih merupakan budaya yang digiatkan di masyarakat baik dilingkungan pemerintahan, swasta dan masyarakat pada umumnya. Budaya “buang sampah pada tempatnya” masih menjadi PR yang cukup panjang dan berat bagi pemerintah. Namun setidaknya budaya bersih  ini berangsur membaik di lingkungan masyrakat kita. Dan sudah saatnya mulai pada tahapan lain yang lebih antara lain memilah dan memisah sampah organik dan non organik.
Tidak memisahkan sampah organik dengan sampah non-organik menyulitkan  petugas kebersihan/ pemulung  untuk  memilah/ memisah sampah yang dapat di daur ulang dan yang tidak. Akibatnya tingkat bercampurnya  sampah organik dengan non-organik di TPS dan TPA sangat tinggi.
Pada gilirannya sampah menjadi lebih lambat terurai, dan tempat Pembuangan Akhir (TPA) memiliki beban yang berat, mudah penuh,  rawan akan pencemaran, lingkungan terganggu, rawan penyakit  dan bukan tidak mungkin produktifitas  masyarakat terganggu baik dari menumpuknya sampah di TPA maupun di TPS akibat sulitnya pengelolaan TPA.

Proyeksi dan Pengelolaan Sampah
Dalam upaya pengelolaan sampah,  pemerintah menyediakan unit penanganan sampah secara terpadu, antara lain dengan memberikan fasilitas Tempat pembuangan sementara dan Tempat pembuangan akhir disamping armada-armada penunjangnya.
Anggaran pengelolaan sampah memang sangatlah mahal. Ajuan anggaran pengelolaan saja menuurut berbagai sumber ada pada wacana Rp. 40.000,- hingga Rp.110.000,-/ ton.
Bahkan  Badan  Perencanaan  dan  Pembangunan Nasional menyatakan sedikitnya ada 26 investor yang menyatakan minatnya, dalam lelang prakualifikasi proyek pengelolaan sampah/ Bandung Solid Waste Management. Untuk membangun Bandung Solid Waste Management ini pemerintah membutuhkan investasi sebesar US$100 juta dan rencananya akan dimulai pada akhir 2013.
Nantinya instalasi ini akan digunakan untuk mengolah limbah sebanyak 2.500 ton per hari dan menghasilkan listrik 6 mega watt.Adapun investor yang tertarik, selain dari lokal, juga berasal dari negara China, Jepang, dan Korea. Sedangkan pelaksanaan tender investasi proyek tersebut, ditargetkan dibuka pada awal 2013.
Proses tender ditargetkan rampung pada pertengahan tahun depan, agar rencana kegiatan konstruksi bisa segera dimulai akhir 2013 mendatang. Sedangkan, rencana operasi diharapkan sesuai target diakhir 2014.
Tentunya ini merupakan gambaran yang sangat jelas, bahwa peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan biaya yang sangat tinggi tersebut. Karena telah banyak bukti bahwa pemerintah sangat memerlukan dukungan masyarakat dalam penanganan sampah. Karena memang penanganan sampah tak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah. Diperlukan peran aktif seluruh masyarakat, setidaknya dalam memilah dan  memisah sampah. Diperlukan pula kreatifitas/ inovasi dan dukungan teknologi untuk memaksimalkan perlakuan sampah.

Pandangan LPEM ( Economic Empowerment Institute )
            LPEM sebagai salah satu Lembaga swadaya masyarakat di Bandung khususnya, berpendapat bahwa sehebat apapun proyeksi yang dimiliki pemerintah berkaitan dengan pengeloaan sampah, akan sulit berhasil andaikata tidak dipadukan dengan budaya masyarakat yang sinergis dengan proyeksi tersebut. Sehingga agenda-agenda teknis harus senantiasa simultan dengan agenda-agenda nonteknis. Agenda-agenda nonteknis tersebut berupa sikap dan perilaku masyarakat atas perlakuannya terhadap sampah.
Agenda-agenda tersebut merupakan upaya perubahan mindset masyarakat atau cara padang yang diharapkan terimplementasi secara penuh kesadaran dan menjadi sebuah kebutuhan atau rasa berkepentingan. Sehingga diharapkan membuang sampah merupakan alternatif terkahir setelah berbagai upaya lain yang dilakukan sebagai perlakuan maksimal dari sampah.
Perlakuan tersebut juga terintegrasi dengan budaya hemat dan sederhana berupa upaya meminimalisir jumlah barang yang digunakan sebagai sikap dan gaya hidup sederhana. Perawatan dan pemanfaatan kembali barabg secara langsung sehingga barang-barang memiliki usia pakai lebih lama. Mengaplikasikan penngkomposan sampah organik baik untuk bahan baku energi, pupuk dan lain-lain
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, LPEM menggagas program  gerakan atau kampanye PIS. PIS adalah singkatan dari Pilah dan Pisah Sampah.  PIS Merupakan gerakan simpatik; berbentuk aksi gerakan himbauan atau edukasi publik yang rencananya  berbentuk talk show, ceramah, diskusi, dan kegiatan-kegiatan kreatif lain yang disesuaikan dengan kolaborator . kolaborator tersebut bisa saja berasal dari perusahaan-perusahaan swasta dalam bentuk advertising atau penyertaan spot iklan, iklan layanan atau sponsor ship.
Pis merupakan gerakan yang meng-kampanye-kan budaya memisah antara sampah organik dan non-organik. PIS  sendiri merupakan gerakan tahap awal yang paling realistis dilakukan dan relatif mudah dan efisien. Adapun langkah-langkah selanjutnya jika melihat dari skema kerja gerakan tersebut, mengarah pada perlakuan terhadap sampah pada level yang lebih lanjut dengan memperhatikan aspek potensi ekonomi sampah, baik dari sisi daur ulang atau pengkomposan swadaya.
Pis dimaksudkan untuk  mendukung program pembangunan pada umumnya, khususnya berkaitan dengan penanganan sampah, memperkuat budaya memisah sampah di masyarakat sehingga akan meringankan penanganan sampah di tingkat lanjut, baik di TPS maupun TPA. Sehingga di harapkan dapat mengurangi cost operasional penanganan sampah dan dapat memaksimalkan potensi ekonomi dari sampah.

Oleh: Budi Yusnendar


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aturan Pergantian Antar Waktu ( PAW ) Anggota DPR/ MPR

Tuan Baik dan Tuan Buruk

Surat tak terkirim ( Bulan dan Bintang)